Author Archives: Radio Dakwah Al Abror

Tentang Bekas Darah Haid

Pertanyaan
Saya mohon penjelasan mengenai bekas darah haid di kursi (bangku bambu) yang diduduki, tetapi bekasnya sudah kering. Apakah harus dibersihkan? Masihkah najis bekas darah haid yang sudah mengering itu? Kalaupun harus dibersihkan, bolehkah membersihkannya hanya dengan tisu basah? Terimakasih atas penjelasannya.

Jawaban

Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan berkaitan dengan pertanyaan:

Pertama, darah haidh adalah darah najis menurut kesepakatan ulama.

Kedua, menghindarkan diri dan pakaian dari najis adalah suatu keharusan sebagaimana yang diterangkan dalam banyak dalil.

Ketiga, bila masih bisa dibersihkan, bekas darah haidh yang disebutkan dalam pertanyaan boleh dibersihkan dengan apa saja yang menghilangkan zat najis itu dari benda, baik dengan tisu basah maupun dengan selainnya. Bila sudah meresap ke dalam bangku dan tidak bisa lagi dibersihkan, bekas tersebut sudah tidak dipermasalahkan karena Allah tidak membebani seorang untuk membersihkan sesuatu yang tidak dia mampu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا                                                                                                           

“Allah tidak membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” [Al-Baqarah: 286]

Wallahu A’lam.

 

 

 

Qunut Witir

Definisi Qunut

Secara etimologi, qunut bermakna banyak. Ada lebih dari sepuluh makna sebagaimana nukilan Al-Hâfizh Ibnu Hajar, dari Al-Iraqy, dan Ibnul Araby.

Makna-makna tersebut adalah: 1) Doa, 2) Khusyu’, 3) Ibadah, 4) Taat, 5) Pelaksanaan ketaatan, 6) Penetapan ibadah kepada Allah, 7) Diam, Shalat, 9) Berdiri, 10) Lama berdiri, dan 11) Kontinu  dalam ketaatan.[1]

Adapun secara terminologi, qunut bermakna seperti yang disebutkan oleh Al-Hâfizh Ibnu Hajr Al-Asqalâny rahimahullâh, “Doa dalam shalat pada tempat khusus dalam keadaan berdiri.”[2] Baca lebih lanjut

Tentang Merenggangkan Jarak Kehamilan dan Menggunakan Alat KB

Pertanyaan

Bagaimana hukum yang syar’i tentang memberi jarak / menjarangkan kehamilan bagi suami-istri, mengingat istri cukup subur dan sering sakit karena terlalu cepat hamil lagi?

Jawaban

Untuk pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang mesti saya terangkan:

Pertama, banyak maksud dan tujuan mulia di belakang syariat pernikahan. Di antara maksud dan tujuan tersebut adalah untuk memperoleh keturunan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Baca lebih lanjut

Download Khutbah Jum’at Al Ustadz Muhammad ‘Umar As Sewed tentang Keutamaan Menghidupkan Sunnah

Berikut ini adalah link download dari khutbah Jum’at Al Ustadz Muhammad ‘Umar As Sewed tentang Keutamaan Menghidupkan Sunnah. Silakan klik link di bawah ini untuk mendownload. Barakallahu fikum…

Judul Ukuran (MB) Durasi Link Download
Keutamaan Menghidupkan Sunnah 2.3 19:40 4Shared Mediafire

Pembayaran Kaffarah

Siapa yang Berkewajiban untuk Membayar Kaffarah?

Kaffarah puasa adalah denda yang dikenakan atas seseorang karena tiga perkara:

  1. Berhubungan suami istri (jima’).
  2. Melakukan hubungan tersebut pada siang hari Ramadhan. Adapun, jika melakukannya pada malam hari Ramadhan atau di luar Ramadhan, seperti saat membayar tunggakan puasa Ramadhannya, ia tidaklah dikenakan kaffarah.
  3. Dalam keadaan berpuasa. Adapun, jika seseorang berhubungan saat Rama­dhan dan dalam keadaan tidak berpuasa, seperti seseorang yang kembali dari perjalanan dalam keadaan tidak berpuasa, lalu mendapati istrinya usai mandi suci terhadap haidh kemudian keduanya berhubungan, keadaan seperti ini tidaklah dikenakan kaffarah. Baca lebih lanjut