Pendidikan Anak adalah ibadah dan Sebuah Tanggung jawab

Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.

Tarbiyatul Abna’ (Pendidikan anak-anak), adalah tanggung jawab besar dan agung yang dipikulkan di atas pundak-pundak kita semuanya. Sebagaimana Rosululloh Shollalllohu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Ibnu ‘Umar Radhiyallohu ‘anhu, Rasul Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Dan masing-masing lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan ditanya oleh Aloh Subhanahu wa Ta’ala atas apa yang dipimpinnya. Demikian pula seorang perempuan ia bertanggung jawab atas rumah suaminya dan keluarganya dan ia akan ditanya oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas apa yang berada di atasnya tanggung jawabnya. Ketahuilah, bahwasanya kalian semuanya adalah pemimpin dan kalian akan ditanya atas apa yang dipimpinnya.”

Tarbiyatul Abna’, pendidikan anak dan penjagaan mereka adalah tanggung jawab dan tugas yang besar karena di dalam mendidik dan memelihara mereka ada sekian banyak kebaikan, diantaranya:

Mendidik anak adalah bentuk keta’atan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Dengan mendidik anak berarti kita telah menunaikan hak-hak anak yang merupakan amanah yang wajib kita tunaikan.

Tarbiyatul Abna adalah sebab kebaikan yang akan berlangsung terus-menerus. Kebaikan untuk sang anak, kebaika nuntuk orang tuanya, dan kebaikan untuk masyarakat. Ketika masing-masing orang tua mendidik anak-anaknya dengan baik, membina mereka dengan tarbiyah yang shalih, mereka akan menjadi orang-orang yang baik biidznilah, sehingga akan menjadi sebab baiknya masyarakat  dan kebaikan  ini akan terus berlanjut pada generasi selanjutnya.

Beberapa perkara diatas cukuplah menunjukkan bahwa tarbiyatul Abna’ adalah sebesar-besar sebab kebaikan yang diwajibkan atas kita semuanya.

 

Nabi dan Rasul dalam pendidikan Anak

Karena agungnya pendidikan anak, kita dapatkan para nabi dan Rasul sangat bersemangat dalam mendidik anak-anak mereka. Betapa banyak Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kisah-kisah para Nabi dan Rasul ‘alaihimus salam mendidik putra-putri mereka.

Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an kita mendapatkan ayat-ayat yang berisi do’a para Nabi  untuk anaknya, Seperti dalam firman Allah (yang maknanya):

Di sanalah Zakaria berdoa kepada Rabbnya seraya berkata: “Wahai Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. Ali Imron 38

 Kita dapatkan pula dalam Al-Quran wasiat-wasiat para Nabi untuk anak-anaknya. Perhatikan firman AllahTa’ala (yang maknanya):

Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Al-Baqarah : 132

 Dan di dalam Al-Qur’an kita mendapatkan pula nasihat para Nabi kepada anak-anaknya. Dengarkan nasehat Ya’qub kepada Yusuf ketika ia bermimpi:

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” Yusuf: 4-5

Bahkan Allah mengisahkan nasehat tulus dari seorang nabi yang agung, Nuh ‘alaihissalam kepada anaknya di saat datang adzab Allah.

Dan di dalam Al-Qur’an kita mendapatkan para Nabi, mereka melakukan Ibadah bersama-sama dengan anak-anak mereka. Seperti dalam firman Allah (yang makananya):

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Al-Baqarah: 127

Empat hal ini: Do’a, wasiat, nasihat, serta beribadah bersama dilakukan para nabi terhadap anak-anak mereka.

Sekali lagi lihatlah kisah Nabi Ibrahim dan Isma’il dan juga Ya’qub beserta putra-putranya, dan juga Nuh dengan putranya “alaihimus salam. Semua ini menunjukkan besarnya kewajiban yang agung yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala bebankan kepada kita, yaitu Tarbiyatul Abna.

Dalam Shahihain dari Hadits Abu Hurairoh ra Rasul Saw Bersabda :

“ Setiap bayi itu dilahirkan atas dasar dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang kemudian membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR.Al-Bukhari dan Muslim).

Makna fitrah dalam hadits ini adalah fitrah Islam. Seandainya seorang anak dibiarkan di atas fitrahnya, tentulah dia akan mendapat hidayah menuju Alloh SWT. Akan tetapi ketika datang kesesatan dari sekitarnya maka berubahlah anak tersebut. Dan perlu diketahui bahwa anak itu dilahirkan dalam keadaan lebih bening dari pada air, lebih putih dari susu, tetapi kemudian kita dapatkan dari anak – anak tersebut muncul kedustaan yang tadinya dia tidak pernah berdusta dan muncul sifat egoisme yang tadinya juga tidak demikian. Dan tidaklah semua ini kecuali muncul dari sebab – sebab yang datang dari luar.

Maka bapak dan Ibu akan ditanya oleh Alloh SWT tentang anaknya, tentang apa yang didapatkan oleh anak tadi. Baik apa yang diajarkan, atau apa yang dia tinggalkan dari kewajiban yang seharusnya dia lakukan,

Renungkanlah sabda Rasulullah shalallohu ’alaihi wasallam: “ maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

 Sumber by

Komentar ditutup.